MATERI :
A.
Budaya Politik
B.
Tipe-Tipe Budaya Politik yang Berkembang dalam Masyarakat Indonesia
C.
Sosialisasi Budaya Politik
D.
Budaya Politik Partisipan
Ringkasan Materi
A.
Budaya Politik
1.
Pengertian Budaya Politik
Setiap masyarakat dari suatu
negara selalu memiliki budaya politik. Demikian juga individu-individu yang
hidup di tengah-tengah masyarakat yang senantiasa memiliki orientasi dan persepsi
terhadap sistem politiknya.
Budaya yang berasal dari kata ‘buddhayah’
yang berarti akal, atau dapat juga didefinisikan secara terpisah yaitu dengan
dua buah kata ‘budi’ dan ‘daya’ yang apabila digabungkan
menghasilkan sintesa arti mendayakan budi, atau menggunakan akal budi tersebut.
Bila melihat budaya dalam konteks politik hal ini menyangkut dengan sistem
politik yang dianut suatu negara beserta segala unsur (pola bersikap & pola
bertingkah laku) yang terdapat di dalamnya.
Budaya politik adalah salah satu
komponen dalam sistem politik yang diinternasilasikan ke dalam kesadaran,
perasaan dan evaluasi penduduknya. Budaya politik dapat dipandang sebagai
landasan sistem politik yang memberi jiwa atau warna pada sistem politik dan sekaligus memberikan arah pada
peran-peran politik yang dilakukan oleh struktur politik.
Budaya politik merupakan
perwujudan nilai-nilai politik yang dianut oleh sekelompok masyarakat, bangsa,
atau negara yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
politik kenegaraan. Beberapa pendapat
para ahli tentang budaya politik adalah sebagai berikut :
TOKOH
|
Pengertian Budaya Politik
|
Gabriel A. Almond dan Sidney Verba
|
suatu sikap orientasi yang khas warga negara
terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan
warga negara yang ada di dalam sistem itu.
|
Samuel Beer
|
nilai-nilai keyakinan dan sikap-sikap emosi
tentang bagaimana pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang
harus dilakukan oleh pemerintah
|
Larry Diamond
|
keyakinan, sikap, nilai, ide-ide, sentimen, dan
evaluasi suatu masyarakat tentang sistem politik negeri mereka dan peran
masing-masing individu-individu dalam sistem itu.
|
Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell Jr.
|
suatu konsep yang terdiri dari sikap, keyakinan,
nilai-nilai, dan ketrampilan yang sedang berlaku bagi seluruh anggota
masyarakat, termasuk pola kecenderungan-kecenderungan khusus serta pola-pola
kebiasaan yang terdapat pada kelompok-kelompok dalam masyarakat.
|
Alan R Ball
|
suatu susunan yang terdiri dari sikap,
kepercayaan, emosi, dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem
politik dan isu-isu politik.
|
Marbun
|
pandangan politik yang mempengaruhi sikap,
orientasi dan pilihan politik seseorang
|
Mochtar Masoed, Colin Mac Andrews
|
sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap
kehidupan pmerintahan negara dan politiknya.
|
Rusadi Suminta-pura
|
pola tingkah laku individu dan orientasinya
terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem
politik
|
Pengertian budaya politik ini membawa pada suatu
pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu orientasi
sistem dan orientasi individu. Sebagai sebuah sistem, organisasi politik
hendaknya memiliki orientasi yang hendak mengupayakan kesejahteraan warga
negara. Aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan pada
adanya fenomena dalam masyarakat tertentu yang semakin mempertegas bahwa
masyarakat secara keseluruhan tidak dapat terlepas dari orientasi individu.
Artinya, hakikat politik sebenarnya bukan berorientasi pada individu pemegang
kekuasaan dalam politik, melainkan kesejahteraan rakyat yang menjadi
orientasinya.
Jadi, budaya politik menunjuk
pada orientasi dari tingkah laku individu/ masyarakat terhadap sistem politik
tertentu. Bila kita hubungan dengan budaya politik di Indonesia menunjukkan
bahwa budaya bangsa Indonesia sangat majemuk, tetapi tekad untuk tetap bersatu
dengan sebutan Bhinneka Tunggal Ika, artinya secara kultur kita majemuk, tetapi
secara politik ingin bersatu, karena di dalam persatuan dapat memberikan tempat
kepada kemajemukan itu.
Dalam kehidupan politik pada
kenyataannya terdapat dua tingkat orientasi politik, yaitu tingkat individu dan
tingkat masyarakat. Orientasi individu terdapat sistem politik dapat dilihat
dari tiga komponen, yaitu :
KOMPONEN
|
PENGERTIAN
|
Orientasi
Kognitif
|
Suatu orientasi yang meliputi berbagai pengetahuan
dan keyakinan tentang sistem politik. Hal ini berkaitan dengan aspek
pengetahuan seseorang mengenai jalannya sistem politik.
|
Orientasi
Afektif
|
Suatu orientasi yang menunjuk kepada aspek perasaan
atau ikatan emosional seorang individu terhadap sistem politik.
|
Orientasi
Evaluatif
|
Suatu orientasi yang berkaitan dengan penilaian
moral seseorang terhadap sistem politik, selain itu juga menunjukkan pada
komitmen terhadap nilai-nilai dan pertimbangan-pertimbangan politik tentang
kinerja sistem politik.
|
Dengan demikian, budaya politik
tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap
kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik. Teori
tentang budaya politik merupakan salah satu bentuk teori yang dikembangkan
dalam memahami sistem politik. Oleh karena itu, memahami konsep budaya politik
setidaknya memiliki dua manfaat yaitu:
a.
Mengetahui sikap-sikap warga negara terhadap sistem politik yang akan
mempengaruhi tuntutan-tuntutan, tanggapannya, dukungannya serta orientasinya
terhadap sistem politik itu.
b.
Dengan memahami hubungan antara budaya politik dengan sistem politik,
maksud-maksud individu melakukan
kegiatannya dalam sistem politik atau
faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya
pergeseran politik dapat dimengerti
2.
Ciri-Ciri Budaya Politik
Konsep budaya politik pada hakikatnya berpusat pada
imajinasi (pikiran dan perasaan) manusia yang merupakan dasar semua tindakan.
Oleh karena itu, dalam menuju arah pembangunan dan modernisasi suatu masyarakat
akan menempuh jalan yang berbeda antara satu masyarakat dengan yang lain dan
itu terjadi karena peranan kebudayaan sebagai salah satu faktor. Budaya politik
dapat membentuk aspirasi, harapan, preferensi, dan prioritas tertentu dalam
menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan sosial politik. Setiap
masyarakat memiliki common sense yang bervarisi dari satu kebudayaan
dengan kebudayaan yang lain, yang berimplikasi pada perbedaan persepsi tentang
kekuasaan, partisipasi, pengawasan (control) sosial, serta kritik
masyarakat.
Pada masyarakat politik,
interaksi setiap individu maupun kelompok memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
BENTUK AKTIVITAS
|
URAIAN / KETERANGAN
|
Perilaku Politik
(Political Behavior)
|
Perilaku
politik dapat dinyatakan sebagai keseluruhan tingkah laku aktor politik dan
warganegara yang telah saling memiliki hubungan antara pemerintah, dan antara
kelompok masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan
keputusan politik.
|
Budaya Politik
(Political Culture)
|
Budaya
politik merupakan suatu sikap orientasi yang khas warganegara terhadap sistem
politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warganegara
yang ada di dalam sistem itu.
|
Kelompok Kepen-tingan
(Interest Group)
|
Kelompok
atau organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah tanpa
berkehendak memperoleh jabatan publik. Kelompok kepentingan tidak berusaha
menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung, meskipun mungkin
pemimpin-pemimpin atau anggotanya memenangkan kedudukan-kedudukan politik
berdasar pemilihan umum.
|
Kelompok Pene-kan
(Pressure Group)
|
Kelompok
yang dapat mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijaksanaan pemerintah.
Adapun cara yang dipergunakan dapat melalui persuasi, propaganda, atau
cara-cara lain yang dipandang lebih efektif.
|
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses politik
biasanya memilih tindakan-tindakan tertentu yang berbeda satu sama lain.
Tindakan-tindakan tersebut biasanya sangat khas dan dimaksudkan untuk
memperjuangkan kepentingannya. Secara umum, tindakan tersebut tercermin melalui
perilaku politik,. Agar kepentingan seseorang atau suatu kelompok dapat
diketahui oleh pihak lain dan dijadikan sebagai pokok bahasan, maka diperlukan
adanya komunikasi politik.
3.
Macam-Macam Budaya Politik
Dari pemahaman konsep tentang
budaya politik dan hubungannya dengan sistem politik, Gabriel Almond
mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :
BUDAYA POLITIK
|
KETERANGAN
|
Budaya politik parokial
(parochial political culture)
|
Budaya politik ini terbatas pada satu wilayah
atau lingkup yang kecil atau sempit, terdapat dalam masyarakat yang
tradisional dan sederhana, tidak ada peran politik yang bersifat khas dan
berdiri sendiri, masyarakatnya cenderung tidak menaruh minat terhadap
obyek-obyek politik yang luas, kecuali dalam batas-batas tertentu diselitar
tempat tinggal, disebabkan oleh faktor kognitif (rendahnya tingkat
pendidikan)
Ciri-cirinya, antara lain ;
-
apatis,
-
pengetahuannya tentang politik rendah,
-
kesadaran berpolitiknya rendah, serta
-
tidak peduli dan menarik diri dari kehidupan politik.
|
Budaya politik kaula
(subject political culture)
|
Budaya politik ini menunjuk pada orang-orang yang
secara aktif patuh kepada pejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undang,
tetapi tidak melibatkan diri dalam politik atapun memberikan suara dalam
pemilihan, masyarakatnya sudah mempunyai minat, perhatian, kesadaran,
terhadap sistem sebagai keseluruhan, masyarakat yang bersangkutan sudah
relatif maju (baik sosial maupun ekonominya), tetapi masih bersifat pasif.
Orientasinya mengembangkan pranata-pranata demokrasi lebih bersifat efektif
dan normatif daripada kognitif.
Ciri-ciri budaya politik ini antara lain;
-
memiliki pengetahuan politik cukup
-
partisipasi politik minim
-
kesadaran berpolitik rendah.
|
Budaya politik partisipan (participant
political culture)
|
Budaya politik ini merupakan suatu bentuk budaya
politik dimana anggota masyarakat cenderungh diorientasikan secara eksplisit
terhadap sistem secara keseluruhan dan terhadap struktur dan poroses politik
secara administrasi. Budaya politik ini ditandai adanya kesadaran bahwa
dirinya ataupun orang lain sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik.
Oleh karena itu, warganegaranya tidak hanya diorientasikan terhadap
partisipasi aktif dalam, tetapi juga sebagai subyek dimana hukum dan
kekuasaaan serta kelompok utama lebih beragam.
Ciri-ciri, antara lain ;
-
pengetahuan politik tinggi
-
kesadaran politik tinggi
-
partisipasi politik aktif,
-
kontrol politik aktif.
|
Dalam budaya politik, birokrasi pemerintahan Indonesia
sejak awal kemerdekaan hingga kini masih belum bergeser dari paradigma
kekuatan, bukan pelayanan. Dalam paradigma kekuasaan terkandung hak-hak untuk
mengatur, untuk itu mereka memperoleh sesuatu dari mereka yang diatur. Rakyat
sebagai pihak yang dikuasai, bukan yang menguasai. Oleh karena itu, rakyat
harus memberikan sesuatu kepada penguasa agar dapat melayaninya. Fenomena
sosial menunjukkan betapa rakyat dibuat sibuk oleh aparat pemerintah untuk
upacara penyambutan presiden, sebagai penguasa tertinggi di negeri ini yang
berkunjung ke daerah kekuasaannya. Demikian pula ketika para petinggi pemerintahan
lain berkunjung, pengadaan acara-acara seremonial, dan pengagungan
simbol-simbol menjadi momen penting yang menghabiskan banyak dana yang
sebenarnya kurang bermanfaat. Hal ini menunjukkan upaya rakyat untuk
menghormati pemerintah/atasan agar mereka tetap mendapat pelayanan. Padahal
secara esensial, pelayanan menjadi tugas yang diemban oleh pemerintah.
Affan Gaffar mengemukakan bahwa budaya politik
masyarakat Indonesia terbagi menjadi tiga; hierarkhi tegas, patronage
(patronclient), dan neo-patrimonialistik.
BUDAYA POLITIK
|
KETERANGAN
|
Hierarkhi yang tegas
|
memilahkan dengan mengambil jarak
antara pemegang kekuasaan dengan rakyat sehingga kalangan birokrat sering
menampakkan diri dengan self-image yang bersifat benevolent. Seolah-olah
mereka sebagai kelompok pemurah, baik hati dan pelindung rakyat, sehingga ada
tuntutan rakyat harus patuh, tunduk, dan setia pada penguasa. Perlawanan
terhadap penguasa akan menjadi ancaman bagi rakyat. Lebih tragis lagi, suatu
upaya untuk melindungi hak mereka sendiri pun diartikan sebagai perlawanan
pula.
|
Budaya politik patronage
|
sebagai budaya yang paling
menonjol di Indonesia. Pola hubungan dalam budaya politik patronage ini
bersifat individual, yakni antara si patron dan si client, majikan
dan pembantu, atasan dan bawahan. Antara keduanya terjadi interaksi yang
bersifat resiprokal atau timbal balik dengan mempertukarkan kekuasaan,
kedudukan, jabatan dengan tenaga, dukungan, materi, dan loyalitas. Budaya
politik ini menjadi salah satu penyebab maraknya praktik KKN dan
ketidakadilan dalam masyarakat.
|
Budaya neo-patrimonialistik
|
negara memiliki atribut yang
bersifat modern dan rasionalistik, seperti birokrasi di samping juga
memperlihatkan atribut yang bersifat patrimonialistik
|
4.
Faktor Penyebab Berkembangnya Budaya Politik di Daerah
Perkembangan
budaya politik pada tingkat daerah lebih didominasi oleh pemikiran dan
tingkah laku politik pada budaya politik yang telah matang. Pada tingkat nasional
yang lebih menonjol adalah interaksi antar sub budaya politik, di tingkat
daerah peranan budaya pilitik nasional masih sangat kuat. Kenyataan ini
mengakibatkan terjadinya peningkatan dan percepatan interaksi antar sub budaya
politik, yang dengan sendirinya akan menimbulkan dampak pada proses pembentukan
budaya politik nasional.
Sehubungan dengan adanya proses
pembentukan budaya politik nasional, terdapat beberapa unsur yang berpengaruh,
yaitu :
a. Unsur sub
budaya politik yang berbentuk ”budaya politik asal” yaitu budaya politik yang
dimiliki seseorang atau suatu masyarakat, atau budaya politik yang telah tumbuh
dan berkembang dalam dirinya sesuai dengan latarbelakang lingkungannya
(kesetiaan primordial).
b. Aneka rupa sub
budaya politik yang berasal dari luar lingkungan tempat budaya asal itu berada.
Dalam interaksi antar budaya politik asal dengan budaya politik dari luar,
telah berlangsung suatu proses akulturasi budaya politik yang saling
mempengaruhi.
c. Budaya politik
nasional itu sendiri. Peranan budaya politik
nasional tergantung pada tahap yang telah ditempuh dalam proses
pembentukannya. Pertumbuhan budaya politik nasional memiliki tiga tahap yaitu
budaya politik nasional yang sedang dalam proses pembentukannya, telah
mengalami proses pematangan, sudah mapan.
Perkembangan-perkembangan pada tingkat sub budaya
politik menunjukkan bahwa pada umumnya budaya politik daerah telah menerima
pengaruh yang besar dari dua faktor dominan yang ada dalam kehidupan
masuyarakat Indonesia. Kedua faktor tersebut adalah sistem kultural
(adat istiadat) dan sistem kepercayaan (agama). Oleh sebab itulah sistem
kultural masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh luar.
Pertemuan antara adat dan agama telah mematangkan sub budaya politik di
Indonesia.
Disamping itu, proses pematangan budaya politik di
tingkat daerah adalah adanya pengakuan atau kesepakatan atas nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat masing-masing. Dengan demikian, yang telah mewarnai
perkembangan kebanyakan sub budaya politik adalah keserasian antar aspek-aspek
budaya politik masyarakat dengan struktur politiknya. Walaupun juga diakui di
tingkat daerah sudah pasti bahwa masyarakat di daerah juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor negatif, yang dapat berakibat negatif seperti konflik. Dalam
manifestasinya, konflik dapat memotivasi munculnya pelanggaran-pelanggaran yang
dapat berujung pada pembangkangan-pembangkangan, baik secara individu, kelompok
terhadap yang nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
5.
Perkembangan Budaya Politik
Cara-cara berpolitik yang
berkembang dalam masyarakat tidak akan terlepas dari masalah ideologi dan
masalah politik. Hal itu tergabung pada pandangan hidup rakyat dan negaranya, serta dasar
negaranya. Ideologi politik akan mempengaruhi sikap politik dari suatu negara
dan rekannya. Berbagai sikap politik yang bermacam-macam akan mempengaruhi
sikap hidup rakyatnya. Sikap tersebut antara lain :
SIKAP-SIKAP
|
PENGERTIAN
|
radikal
|
sikap seseorang yang menghendaki perubahan terhadap
sesuatu yang ada secara cepat. Sikap radikal menghendaki perubahan semua
tatanan atau semua aspek kehidupan masyarakat sampai ke akar-akarnya, dan
jika perlu dengan kekerasan.
|
politik status quo
|
mereka yang berusaha mempertahankan staus quo dan
mendukung sistem itu secara utuh, sekaligus pelakunya. Merekalah yang
sebenarnya terhanyut dalam kenikmatan penguasaan asas ekonomi, politik,
hukum, sosial dan lain sebagainya.
|
Status quo
|
suatu sikap dari suatu rezim yang berkuasa apabila
terjadi peralihan kekuasaan agar tetap dalam satu rezim itu, dan berusaha
tidak ada perubahan dengan maksud agar kesalahan-kesalahan rezim itu dapat
terungkap.
|
Konservatif
|
sikap yang dipertahankan oleh rezimnya agar kelompok
itu tidak terusik dalam kehidupannya dan terhormat dalam masyarakat dan
bangsanya, serta seolah-olah semua keberhasilan yang dicapai merupakan
perjuangan rezimnya serta tidak ada kekuatan lain yang mampu melaksanakan
pemerintahan.
|
politik moderat
|
sikap menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang
ekstrem atau berkecenderungan perilaku ke arah dimensi atau tengah jalan.
Pandangannya cukup dan mampu mempertimbangkan pandangan pihak lain.
|
6.
Budaya Politik yang Berkembang di Masyarakat
Apabila pelaksanaan sosialisasi politik dapat
dilaksanakan dengan baik melalui berbagai sarana yang ada, maka masyarakat
dalam kehidupan politik kenegaraan sebagai satu sistem akan lahir dan
berkembang budaya politiknya secara
proporsional, jujur dan adil, serta bertanggung jawab. Ini berarti, tanggung jawab masyarakat sesuai
dengan hak dan kewajibannya, yaitu bagaimana dirinya mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kehidupan politik kenegaraan atas dasar kesadaran politik
yang baik dan tinggi. Tolok ukur keberhasilan
sosialisasi politik terletak pada sejauh mana pendidikan politik yang telah
dilakukan, sehingga menghasilkan masyarakat yang mempunyai kesadaran dan budaya
politik ”etis’ dan ”normatif’ dalam mewujudkan partisipasi
politiknya.
Melalui pendidikan politik,
kader-kader anggota partai politik tersebut diharapkan akan memperoleh manfaat
atau kegunaan, sebagai berikut :
a. Dapat
memperluas pemahaman, penghayatan dan wawasan terhadap masalah-masalah atau
isu-isu yang bersifat politis.
b.
Mampu meningkatkan kualitas diri dalam berpolitik dan berbudaya politik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Lebih
meningkatkan kualitas kesadaran politik rakyat menuju peran
aktif dan partisipasinya terhadap pembangunan politik bangsa secara
keseluruhan.
Sasaran pendidikan politik adalah
orang dewasa, dan lebih diutamakan generasi muda yang memiliki potensi sebagai
generasi penerus bangsa. Adapun potensi-potensi yang dimiliki oleh generasi
muda, antara lain :
a.
Memiliki idealisme dan daya kritis.
b.
Memiliki dinamika dan kreativitas.
c.
Berani mengambil resiko.
d.
Bersifat optimis dan memiliki semangat yang tinggi.
e.
Memiliki sikap kemandirian dan disiplin murni (self discipline).
f.
Patriotisme dan terpelajar.
g.
Fisik (jasmani) kuat dan jumlahnya banyak.
h.
Mempunyai sikap kesatria.
i.
Memiliki kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi.
B.
Tipe-Tipe Budaya Politik yang Berkembang dalam Masyarakat Indonesia
1.
Tipe-Tipe Budaya Politik di Indonesia
Nazaruddin
Sjamsudin menyebutkan bahwa dalam sebuah budaya politik, ciri utama yang menjadi
identitas adalah nilai atau orientasi yang menonjol dan diakui oleh masyarakat
atau bangsa secara keseluruhan. Oleh karena bersifat menonjol, diakui oleh
masyarakat, dan dijadikan sebagai identitas, serta ciri utama itu menjadi
simbul. Bagi Indonesia, simbul yang kita miliki adalah Bhinneka Tunggal Ika,
dalam budaya ini ada dua nilai yaitu toleransi dan tenggang rasa.
Berkaitan dengan budaya politik
Indonesia ada beberapa pendapat para ahli antara lain :
TOKOH
|
BUDAYA
POLITIK YANG DOMINAN DI INDONESIA
|
Herbert Feith
(Australia)
|
·
aristokrasi Jawa
·
wiraswasta Islam.
|
Clifford Greertz
(Amerika Serikat)
|
·
santri,
·
abangan
·
priyayi.
|
Hildred
Greertz (Amerika Serikat)
|
·
petani pedalaman Jawa dan Bali,
·
masyarakat Islam pantai
·
masyarakat pegunungan
|
Sementara itu, Mochtar Masoed
dan Calin Mac Andrews, menyebutkan ada tiga model kebudayaan politik
berdasarkan proporsi ketiga tipe budaya politik sebagaimana disebutkan oleh
Almond, yaitu :
MODEL KEBUDAYAAN
|
KETERANGAN
|
Masyarakat de-mokratis indus-trial
|
Dalam sistem ini jumlah partisipan mencapai
40-60% dari penduduk dewasa. Mereka terdiri atas para aktivis politik dan
para peminat politik yang kritis mendisukusikan masalah-masalah
kemasyarakatan dan pemerintahan. Mereka adalah kelompok-kelompok pendesak
yang mengusulkan kebijakan-kebijakan baru untuk melindungi kepentingan khusus
mereka. Sementara, jumlah yang berbudaya politik subyek kurang lebih 30 %,
sedangkan parakial kira-kira 10 %.
|
Masyarakat de-ngan sistem politik otoriter
|
Dalam sistem ini sebagain besar rakyat hanya
menjadi subyek yang pasif. Mereka mengakui pemerintah dan tunduk pada
hukumnya, tetapi tidak melibatkan diri dalam urusan pemerintahan. Sebagain
kecil rakyat lainnya berbudaya politik partisipan dan parakial. Kelompok
partisipan berasal dari mahasiswa dan kaum intelektual, pengusaha dan tuan
tanah. Mereka menentang dan bahkan memprotes sistem politik yang ada.
Sementara kaum parakial yang sedikit sekali kontaknya terhadap sistem politik
terdiri dari petani dan buruh tani yang hidup dan bekerja di perkebunan-perkebunan.
|
Sistem demo-kratis praindus-trial
|
Dalam sistem ini sebagian besar warganegaranya
menganut budaya politik parakial. Mereka hidup di pedesaan dan buta huruf.
Pengetahuan dan keterlibatannya mereka dalam kehidupan politik sangat kecil.
Sementara itu, kelompok partisipan sangat sedikit jumlahnya, biasanya berasal
dari professional terpelajar, usahawan, dan tuan tanah. Demikian pula
proporsi jumlah pendukung budaya politik subyek juga relatif kecil.
|
Affan Gaffar menyatakan
sangat sulit mengidentifikasi wujud budaya politik Indonesia, yang dapat dilakukan adalah menggambarkan
pola budaya politik dominan yang berasal dari kelompok etnis dominan, yaitu
kelompok etnis Jawa. Budaya ini sangat mewarnai sikap, perilaku, dan orientasi
politik kalangan elit politik Indonesia. Affan Gaffar menyebutkan bahwa
budaya politik Indonesia memiliki tiga ciri dominan, yaitu :
ciri
dominan
|
KETERANGAN
|
Hierarki yang tegas/ ketat
|
Masyarakat Jawa bersifat hierarki, stratifikasi
sosial ini nampak adanya pemilahan tegas antara penguasa dan rakyat. Dalam
kehidupan politik, pengaruh stratifikasi sosial tercermin pada cara penguasa
memandang rakyat. Mereka cenderung melihat dirinya sebagai pamong/ guru/
pendidik bagi rakyat mereka juga mencitrakan dirinya sebagai kelompok yang
pemurah, baik hati, dan pelindung, namun sebaliknya dia merendahkan
rakyatnya. Implikasi negatif lainnya, terlihat dalam menentukan kebijakan
politik yang hanya dilakukan oleh pemerintah atau penguasa tanpa melibatkan
rakyat, kadang rakyat dalam pelaksanaannnya ndiwajibkan untuk berpartisipasi
lama menyukseskan kebijakan politik tersebut. Oleh karena itu, orientasi
hierarki lebih baik diganti dengan orientasi kerakyatan.
|
Kecenderungan Patronage
|
Pola hubungan ini berisfat individu, antara dua
individu yaitu patron dan client, terjadi interaksi timbal balik dengan
memperturkan sumber daya yang dimiliki masiong-masing. Patron memiliki sumber
daya yang berupa kekuasaan, jabatan, perlindungan, perhatian, dan harta
kekayaan, sedangkan client memiliki sumber daya berupa tenaga, dukungan dan
kesetiaan.
|
Kecenderungan Neo patrimoni-alistik
|
Meskipun memiliki atribut yang bersifat modern
dan rasionalistik seperti birokrasi, perilaku negara masih memperlihatkan
tradisi dan budaya politik yang berkarakter patrimonial. Max Weber mengatakan
negara patrimonialistik memiliki sejumlah karakter, antara lain;
a) Kecenderungan
untuk mempertukarkan sumber daya yang dimiliki seorang penguasa kepada
teman-temannya.
b) Kebijakan
seringkali bersifat partikularistik daripada bersifat universalistik
c) Rule of Law bersifat
skunder jika dibandiungkan kekuasaan penguasa (rule of man).
d) Penguasa politik
sering kali mengaburkan antara kepentingan umum dan kepentingan politik.
|
2.
Tipe Budaya Politik yang Berkembang dalam Masyarakat Indonesia
Perilaku politik manusia di
Indonesia masih memiliki corak yang menjadikannya sulit untuk menerapkan
demokrasi yang murni, yaitu :
a. Golongan elite
strategis yakni kecenderungan untuk memaksakan subjektifisme mereka
agar menjadi objektifisme, sikap seperti ini biasanya melahirkan sikap
mental yang otoriter totaliter.
b.
Anggota masyarakat biasa, bersifat emosional-primordial.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, budaya politik
merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang melekat di dalam diri individu, yang
menjadi dasar bagi cara pandang, sikap, maupun tingkah laku individu itu
sendiri. Akibatnya, budaya politik dapat berkembang, berubah ataupun tetap.
Kemungkinan besar budaya politik memang akan cenderung untuk terus berkembang
atau berubah. Akan tetapi hal ini amat tergantung pada sosialisasi politik,
karena sosialisasi politik merupakan proses pewarisan nilai dan norma politik
dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Misalnya pada masa Orde Baru,
budaya politik dapat dipertahankan. Ketika itu, warganegara telah mengalami
sosialisasi politik sejak kecil. Contohnya adalah dengan diadakannya penataran
P4 sejak SLTP, SLTA, dan bahkan Perguruan Tinggi.
Sebagai salah satu bagian dari kebudayaan suatu
negara, budaya politik merupakan satu diantara banyaknya jenis lingkungan yang
mengelilingi, mempengaruhi, dan bahkan menekan sistem politik. Di dalam budaya
politik sendiri berinteraksi sejumlah sistem antara lain sistem ekologi, sistem
sosial, dan system kepribadian yang tergolong dalam kategori lingkungan dalam
masyarakat, maupun lingkungan luar masyarakat, yang merupakan hasil kontak
sistem politik dengan dunia luar. Secara tidak langsung, budaya politik
merupakan yang paling dianggap intens dan mendasari sistem politik Indonesia
Sistem budaya Indonesia memiliki banyaknya sub-budaya
politik karena banyaknya budaya daerah yang muncul dalam sistem budaya
Indonesia. Masing-masing sub-budaya politik tersebut memiliki jarak yang
berbeda dengan struktur politik. Kondisi perbedaan ini kemudian turut
diperbesar oleh letak geografis yang dimiliki oleh Indonesia. Berbagai kondisi
ini kemudian melahirkan pluralitas budaya politik Indonesia
Rahman (1998) juga menyebutkan bahwa bentuk budaya politik
Indonesia merupakan sub-budaya atau budaya sub-nasional yang dibawa oleh
pelaku-pelaku politik hingga terjadi interaksi, kerjasama dan persaingan antar
sub-budaya politik itu. Interaksi dan pertemuan-pertemuan antar sub-budaya
politik itulah, yang melatarbelakangi tingkah laku aktor politik yang terlihat
dalam pentas panggung politik nasional kini.
Budaya politik juga dapat dilihat dari dua sudut
pandang, yaitu:
SUDUT
PANDANG
|
KETERANGAN
|
Nasional
|
Pada sudut pandang ini, bentuk
budaya politik amat sukar untuk diketahui. Contohnya adalah dengan menjadikan
Pancasila sebagai budaya politik nasional pada masa Orde Baru. Budaya politik
Pancasila sendiri memiliki ukuran berupa musyawarah mufakat untuk
menyelesaikan masalah nasional dan juga tidak diperkenankannya oposisi. Budaya
politik nasional juga dipengaruhi oleh budaya daerahsemisal rembug desa yang
ada di desa-desa di Jawa
|
Bagian
|
Pada sudut pandang ini, karena
lebih spesifik, maka budaya politik lebih dapat terwujud, dan dapat dilihat
pengaruhnya terhadap system politik Indonesia.
|
Sementara itu, untuk dapat melihat cara pandang budaya
politik bagian, dapat dikaitkan dengan struktur sosial, baik secara vertikal
maupun horisontal.
CARA
PANDANG
|
KETERANGAN
|
Vertikal
|
Secara vertikal dapat dilakukan
dengan melihat budaya politik elit atau penguasa dan budaya politik massa
atau yang dikuasai, yaitu dengan melihat suku bangsa, agama, ataupun ras
mereka.
|
Horisontal
|
Secara horisontal dapat dilakukan
dengan melihat Suku bangsa, agama, dan juga ras yang menonjol pengaruhnya di
dalam sistem politik Indonesia. Misalnya dengan melihat perbedaan budaya
politik Jawa dan Non-Jawa, budaya politik Islam dan Non-Islam atau
Nasionalis, dan juga budaya politik ras Tionghoa dan Asli.
|
Sekurangnya, terdapat tiga kelompok yang mempunyai
pengaruh yang sangat kuat terhadap sistem politik Indonesia:
KELOMPOK
|
KETERANGAN
|
Agama
|
Kelompok agama yang berpengaruh
terhadap sistem politik Indonesiaadalah Islam sebagai agama dari mayoritas
penduduk. Kelompok ini bahkan telah berperan pada saat pembentukan UUD 1945,
yaitu adanya golongan agama Islam dalam BPUPKI yang berhasil mempengaruhi
Pancasila melalui Piagam Jakarta, antara lain: melalui Sila Pertama: …,
menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, dan juga Pasal 6 yang berbunyi:
Presiden …, juga beragama Islam. Selanjutnya, pada awal kemerdekaan juga
muncul kefanatikan agama sehingga menimbulkan pemberontakan. Contohnya adalah
Pemberontakan DI/TII, yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia.
Sedangkan pada masa Orde Baru, terjadi pemberontakan yang tumpang tindih
dengan kepentingan lain. Misalnya adalan Peristiwa Tanjung Priok, Pembajakan
Woyla, Peledakan BCA, dan lain sebagainya. Juga pada masa pasca-Orde Baru, masih
terdapat kelompok Islam dalam parlemen yang memperjuangkan isi dari Piagam
Jakarta.
|
Suku bangsa
|
Kelompok ini didominasi oleh suku
Jawa karena suku ini memiliki banyak populasi. Tercatat sekurangnya 83,8 juta
jiwa pada tahun 2000, dengan rata-rata pertumbuhan pertahun 1,58%. Pada masa
lalu, penempatan jabatan politik kabinet tidak semata-mata dilihat dari
faktor partai politiknya tetapi juga dari sukunya, meskipun hal ini mempunyai
pengaruh negatif. Contohnya pada tahun 1960-an, dari menteri hingga aparat
bawahan di Departemen Agama diduduki oleh suku bangsa tertentu karena suku
bangsa tersebut dianggap memiliki keyakinan kuat pada agamanya. Tetapi hal
ini mulai berkurang ketika profesionalisme lebih dipentingkan.
|
Ras
|
Pada masa lalu didominasi oleh ras
Tionghoa. Hal ini misalnya terlihat dari pengelompokan masyarakat yang
dilakukan oleh Van Vallenhoven, yaitu Belanda, Timur Jauh, dan Pribumi. Ras
Tionghoa menjadi golongan yang kuat sejak Orde Lama karena adanya jabatan struktural
politik yang dipegang oleh ras Tionghoa. Bahkan ras Tionghoa dimanfaatkan
untuk menarik pajak oleh pemerintah. Selain itu, ras Tionghoa juga memiliki
sumber daya ekonomi yang lebih baik dibandingkan pribumi. Namun, setelah
G30S/PKI yang diduga disponsori oleh Republik Rakyat Cina, biarpun ada
kesempatan politik, banyak ras Tionghoa yang memilih terjun ke bidang
ekonomi. Selanjutnya pada masa pasca-Orde Baru, sebagian kecil dari mereka
terjun ke politik (seperti membentuk Partai Bhinneka Tunggal Ika) dan
diperbolehkannya kebudayaan Cina dalam kehidupan sehari-hari (pertunjukan
barongsai ataupun media massa yang berbahasa Cina).
|
Proses pematangan budaya politik Indonesia pada
dasarnya melibatkan suatu tahap untuk menserasikan antara sub-budaya politik,
yang berupa sekian banyak subbudaya politik dengan struktur politik nasional.
Interaksi kadangkala tidak dapat seimbang karena pada proses pematangan dari
aspek-aspek budaya daerah yang telah cukup matang dan ada kesesuaian dengan
struktur politik nasional.
Perkembangan tipe budaya politik pada dasarnya
sejalan dengan perkembangan sistem politik yang berlaku pada suatu negara. Budaya politik yang dominan, tampaknya
sebagai ramuan dinamis antara falsafah konserfatif, seperti integrasionalisme
dan paternalisme. Falsafah integrasionalisme
menujuk pada, sistem pengorganisasian negara integralistik merupakan bentuk
yang paling sesuai dengan ”karakter nasional yang otentik” dari bangsa
Indonesia. Salah satu inti pemikiran faham integralistik, adalah melihat
negara sebagai suatu kesatuan organik, seperti halnya kesatuan antara
anggota-anggota sebuah keluarga. Yang
ditekankan adalah kesatuan antara pemimpin dan yang dipimpin. Pemimpinlah yang memegang kedaulatan rakyat
yang dipimpinnya, karena pemimpin dan yang dipimpin merupakan satu
kesatuan.
Falsafah integralistik, diterapkan pada masa
kekuasaan Presiden Soeharto, untuk melakukan konsolidasi kekuasaan, serta
membangun kekuasaan authoritarian statecorporatism Orde Baru yang
dikemas dalam demokrasi Pancasila.
Demokrasi Pancasila, yang selama kekuasaan Presiden Soekarno telah
diberi konotasi revolusioner, dan pada masa kekuasaan Soeharto diberi
interpretasi yang menonjolkan faham integralistik. Ideologi Pancasila selama era kepemimpinan
Soeharto menunjang ideologi developmentalisme yang dikembangkan Orde Baru. Masa
pemerintahan Orde baru, menerapkan falsafah integralistik dengan merumuskan ”Pers
Pancasila”, yang pada intinya menempatkan pers bukan sebagai entitas yang
otonom dan terpisah dari negara, melainkan sebagai bagian dari suatu kesatuan
di bawah negara. Hal tersebut diterjemahkan dalam praktik budaya politik
melalui berbagai ketentuan perundang-undangan yang secara langsung mempengaruhi
praktik keseharian di sektor media, dan juga karakteristik teks (isi) media
yang diproduksi selama masa Orde Baru berkuasa.
Budaya politik yang mempengaruhi sektor industri
media bukan hanya budaya politik yang diproduksi dan dipelihara oleh penguasa
negara belaka, melainkan juga budaya paternalisme/ patriarki sebagai
elemen budaya jawa yang paling dominan di tanah air. Budaya yang menempatkan kaum perempuan dalam
posisi subordinasi tersebut telah mendorong para jurnalis wanita ke dalam
keharusan menjalankan peran ganda (sebagai jurnalis dan ibu rumah tangga), sehingga
membatasi gerak mereka dalam pekerjaan jurnalistik dibandingkan dengan
kaum laki-laki. Di lain sisi, kuatnya
budaya politik paternalistik tersebut, menyebabkan profesi jurnalistik
seorang perempuan juga bisa membatasi kehidupan pribadinya, seperti kesulitan
dalam menemukan suami yang ”mau memahami profesi istrinya sebagai wartawan”.
Budaya paternalistik, semacam itu juga dimanfaatkan pemerintahan Orde Baru
untuk membuat kebijakan gender yang dinilai bisa memperkuat sistem integralistik-developmentalis.
3.
Dampak Perkembangan Tipe Politik Sesuai dengan Perkembangan Sistem Politik
Yang Berlaku
Macam-macam sistem politik banyak
diperkenalkan oleh para ilmuan. Adapun macam sistem politik yang dikenal di
dunia antara lain, sebagai berikut :
Macam-macam
sistem politik
|
Meliputi
sistem politik :
|
1. Tradisional
|
·
Patriachal
·
Patrimonial
·
Feodal
|
2. Antara tradisional dan modern
|
Kerajaan birokrasi
|
3. Modern
|
·
Demokrasi
·
kediktatoran (otoriter dan totaliter)
|
Menurut F.W.
Riggs, ada empat institusi utama dalam sistem politik yaitu eksekutif,
birokrasi, legislatif, dan partai politik. Berdasarkan
empat institusi tersebut, F.W. Riggs mengemukakan bahwa ada enam tipe
atau macam sistem politik, yaitu :
SISTEM
POLITIK
|
ciri-ciri sistem politik
|
1. asepali
|
tidak memiliki eksekutif,
birokrasi, legislatif, dan sistem kepartaian.
|
2. proseli
|
memiliki eksekutif, tetapi
tidak memiliki birokrasi, legilatif, dan sistem kepartaian.
|
3. ortosepali
|
memiliki eksekutif dan
birokrasi tetapi tidak memiliki legislatif dan sistem kepartaian.
|
4. heterosepali
|
memiliki eksekutif, birokrasi,
dan legislatif, tetapi tidak memiliki sistem kepartaian.
|
5. metasepali
|
memiliki eksekutif, birokrasi,
legislatif, dan sistem kepartaian.
|
6. suprasepali
|
memiliki erksekutif, birokrasi,
legislatif, dan sistem kepartaian, serta lembaga lainnya.
|
Di negara-negara berkembang khususnya Indonesia,
masyarakat yang hidup di pedesaan dan yang di perkotaan menuntut penanganan
sungguh-sungguh dari aparat pemerintah atau penguasa setempat. Masyarakat pedesaan yang secara kuantitatif
jauh lebih besar, sangat minim dalam hal kesadaran berpolitik, sehingga
berdampak pada kehidupan politik nasional.
Salah satu faktor penyebabnya yang paling dominan adalah rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat di pedesaan, dan kalaupun ada jumlahnya relatif terbatas.
Kondisi semacam ini jelas akan berpengaruh terhadap kemajuan pembangunan nasional di segala bidang.
C.
Sosialisasi Budaya Politik
1.
Makna Sosialisasi Kesadaran Politik
Sosialisasi politik merupakan konsep yang
diperkenalkan oleh seorang sarjana Amerika Robert Hyman pada tahun 1950-an.
Menurut Hyman, sosialisasi politik adalah suatu proses penyerapan nilai dari
lingkungan sistem politik ataupun masyarakat terhadap individu atau terhadap
masyarakat secara keseluruhan. Konsep ini muncul ketika para ilmuwan politik
menyadari bahwa pewarisan nilai dan kepentingan serta prilaku politik selalu
terjadi dan merupakan satu proses yang penting artinya dalam kehidupan politik.
Kaitan antara sosialisasi politik dan sistem politik dijelaskan oleh David
Easton dan Janck Dennis. Keduanya mengemukakan bahwa tujuan sosialisasi politik
adalah untuk memantapkan sistem politik itu sendiri. Dengan diserapnya
nilai-nilai politik atau orientasi-orientasi politik dari suatu sistem politik,
maka diharapkan bahwa warganegara mempunyai seperangkat pengetahuan atau
seperangkat nilai yang diperlukan untuk mendukung terpeliharanya sistem politik
.
Sosialisasi politik merupakan satu konsep yang
menentukan prilaku politik masyarakat. Dalam banyak masyarakat, pelestarian
norma dan sikap politik dari satu generasi ke generasi selanjutnya sangat
penting artinya bagi tegak berdirinya satu kekuatan politik (partai).
Sosialisasi yang baik dianggap dapat meningkatkan stabilitas politik. Proses
sosialisasi politik ini dapat terjadi karena pendidikan politik yang sering
diadakan.
Secara umum, sosialisasi melalui tiga buah proses,
yaitu kognitif, afektif, dan evaluatif. Kognitif adalah proses seseorang
memperoleh pengetahuan. Sedangkan ketika pikiran seseorang terpengaruhi oleh
pengetahuan yang diperolehnya merupakan penjelasan dari afektif. Sedangkan
ketika telah memasuki proses penilaian maka telah berada pada proses yang
terakhir, yaitu evaluatif.
Pengertian sosialisasi politik
diugkapkan oleh berapa ahli, diantaranya :
TOKOH
|
SOSIALISASI POLITIK MERUPAKAN
:
|
Gabriel Almond
|
proses di mana sikap-sikap politik dan pola-pola
tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk dan juga merupakan sarana bagi
suatu generasi untuk menyampaikan patakon-patokan politik dan
keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
|
Kenneth P Langton
|
cara bagaimana masyarakat meneruskan kebudayaan
politiknya. Hal ini dilakukan dengan memberikan penekanan pada cara
masyarakat dalam meneruskan kebudayaan politiknya.
|
Ramlan Surbakti
|
proses pembentukan sikap dan orientasi politik
anggota masyarakat.
|
Irwin L. Child
|
Segenap proses dimana individu, yang dilahirkan
dengan banyak sekali potensi tingkah laku, dituntut untuk mengembangkan
tingkah laku aktualnya yang dibatasi di dalam satu jajaran yang menjdi
kebiasaannya dan bisa diterima olehnya sesuai standar-standar dari
kelompoknya.
|
David F. Aberle
|
pola-pola mengenai aksi sosial atau aspek-aspek
tingkah laku yang menanamkan kepada individu-individu,
ketrampilan-ketrampilan, motif-motif, dan sikap-sikap yang perlu untuk
menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah diantisipasikan
sepanjang kepentingan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus
terus dipelajari.
|
Ricard E. Dawson
|
suatu pewarisan pengetahuan, nilai-nilai dan
pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru dan sarana-sarana
sosialisasi politik lainnya kepada warganegara baru dan mereka yang menginjak
dewasa.
|
Jadi sosialiasi politik adalah
suatu proses untuk memasyarakatkan nilai-niali atau budaya politik kepada
masyarakat. Sosialisasi politik harus dilakukan terus menerus selama hidup
seseorang.
Sosialisasi merupakan proses induksi ke dalam kultur
politik yang sama. Proses sosialisasi adalah proses seseorang mempelajari
nilai-nilai, norma-norma, dan tingkah laku masyarakat. Dalam bahasa yang
berbeda, sosialisasi politik merupakan proses sosial pewarisan nilai dan
pembentukan prilaku politik melalui agen-agen politik dan berjalan sepanjang
hidup seseorang (Bau, 2003: 38).
Ranney (1996) juga menyebutkan tahapan sosialisasi
politik. Tahapan-tahapan tersebut antara lain : pengenalan nilai dan pola
tingkah laku politik, melakukan seleksi dan pemantapan nilai dan pola tingkah
laku politik, dan akhirnya institusionalisasi nilai dan pola tingkah laku
politik. Kemudian pertemuan antara institusionalisasi dengan institusionalisasi
lainnya disebut dengan budaya politik. Budaya politik amat tergantung kepada
sosialisasi politik karena sosialisasi politik dapat mempertahankan budaya
politik.
Bau (2003) menyebutkan bahwa keluarga dan sistem
pendidikan merupakan dua institusi yang sangat penting dalam proses sosialisasi
politik disamping partai politik sendiri, juga peer groups, media massa,
kelompok terorganisir, kelompok informal, atau individu yang berpengaruh juga
merupakan agen sosialisasi politik yang baik.
2.
Mekanisme Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik
Dalam upaya pengembangan politik,
sosialisasi politik sangat penting karena dapat membentuk dan mentransmisikan
budaya politik suatu bangsa, selain itu juga dapat memelihara budaya politik
suatu negara dalam peyampaian budaya politik dari suatu generasi ke generasi
berikutnya, serta dapat mengubah budaya politik.
Untuk dapat membentuk,
mentrasmisisikan, memelihara, dan mengubah nilai, sikap, pandangan maupun
keyakinan politik diperlukan sarana-sarana dan agen-agen penunjang sosialisasi
politik. Sarana-sarana dan agen-agen tersebut, antara lain :
SARANA
DAN AGEN
|
KETERANGAN
|
Keluarga
|
Keluarga merupakan lembaga atau
kelompok sosial paling awal dijumpai oleh seorang anak (individu). Nilai, sikap, kaidah yang diperkenalkan
kepada anak tidak secara eksplisit mengenai masalah politik, namun dalam
keluarga yang demokratis anak akan lebih banyak mendapat kebebasan, sedangkan
di dalam keluarga yang demokratis anak akan lebih banyak tertekan.
Wadah penanaman
(sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien dan efektif adalah
keluarga. Dalam keluarga, orang tua
dan anak sering melakukan obrolan ringan tentang segala hal menyangkut
politik, sehingga tanpa disadari terjadi transper pengetahuan dan nilai-nilai
politik tertentu yang diserap oleh si anak.
|
Sekolah
|
Di sekolah, melalui pelajaran
Civics Education (Pendidikan Kewarganegaraan), siswa dan gurunya saling
bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang
mengandung nilai-nilai politik dan praktis. Dengan demikian, siswa telah
memperoleh pengetahuan awal tentang kehidupan berpolitik secara dini dan
nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis.
Pemilihan sekolah
sebagai sarana sosialisasi politik di dasarkan pada pertimbangan bahwa :
a)
Sekolah sebagai media pembelajaran politik yang
dinamis
b)
Pelajar sebagai pemilih rasional dan kritis
c)
Potensi pelajar sebagai pelopor di tengah masyarakat
d)
Jumlah pelajar yang akan memilih cukup signifikan
|
Kelompok Ber-main
|
Seorang individu
atau seseorang akan tertarik kepada masalah politik, apabila teman-temannya
dalam kelompok itu tertarik kepada masalah politik.
|
Pekerjaan
|
Organisasi yang
dibentuk atas dasar pekerjaan dapat
berfungsi sebagai saluran informasi tentang hal yang menyangkut masalah
politik dengan jelas, atau paling tidak akan mempunyai pengaruh apabila yang
bersangkutan terjun secara aktif di dalam organisasi politik.
|
Media Massa
|
Melalui media massa
masyarakat dapat memperoleh informasi politik, dimana media massa dapat
mempengaruhi sikap dan keyakinan politik
maupun ideologi seseorang.
|
Kontak Politik Langsung (Partai Politik)
|
Selain melalui sarana keluarga, sekolah, dan partai politik, sosialisasi
politik juga dapat dilakukan melalui peristiwa sejarah yang telah berlangsung
(pengalaman tokoh-tokoh politik yang telah tiada). Melalui berbagai seminar, dialog, debat,
dan sebagainya yang disiarkan ke masyarakat, tokoh-tokoh politik juga secara
tidak langsung melakukan sosialisasi politik.
|
3.
Fungsi dan Peranan Partai Politik
a. Pengertian Politik
Pengertian politik menurut
etimologi, kata “politik” dapat berupa pernyataan seperti berikut
ini :
1)
Pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (sistem pemerintahan/
dasar pemerintahan).
2)
Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat, dan sebagainya) mengenai
pemerintahan negara atau terhadap orang lain.
3)
Cara bertindak dalam menghadapi dan menangani suatu masalah.
Berikut
disajikan beberapa pengertian politik dari para ilmuwan, antara lain
sebagai berikut :
TOKOH
|
PENGERTIAN POLITIK
|
Harol
Laswell
|
masalah
apa, mendapat apa, kapan, dan bagaimana.
|
Mr. Willem
Zeven Berger
|
dihubungkan
dengan dua hal, yaitu seni (kunst) dan ilmu (wetwns cahp).
|
Joyce
Metchel
|
pengambilan
keputusan melalui secara umum.
|
Karl W.
Duetch
|
pengambilan
keputusan melalui sarana umum.
|
Joyce
Metshel
|
pengambilan
keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan untuk masyarakat.
|
Chappy
Hary Cahyono
|
macam-macam
kegiatan dalam sistem politik atau negara menyangkut proses menentukan
sekaligus melaksanakan tujuan-tujuan sistem itu.
|
Prof.
Miriam Budiharjo
|
selalu
menyangkut tujuan masyarakat dan bukan tujuan pribadi seseorang. Selain itu
juga menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan
kegiatan perorangan.
|
Secara umum,
politik adalah berbagai kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara
yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem itu dan melaksanaan tujuan
itu. Unsur-unsur dalam pengertian politik adalah sebagai berikut :
1)
Negara, merupakan organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.
2)
Kekuasaan, yang kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk memenuhi
tingkah laku atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dan pelaku.
3)
Kebijakan umum merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang
pelaku atau suatu kelompok politik dalam rangka memilih tujuan dan cara untuk
mencapai tujuan itu.
4)
Pembagian kekuasaan.
b.
Pengertian Partai Politik
Menurut pasal
UU Nomor 2 tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai, dijelaskan
bahwa Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk
oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik
anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Selanjutnya menurut Pasal 2 menjelaskan seperti berikut :
a. Partai
Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 30 (tiga puluh) orang warga
negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah
menikah dari setiap provinsi.
1) Partai Politik
didaftarkan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang pendiri yang mewakili
seluruh pendiri Partai Politik dengan akta notaris.
2) Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap
sebagai anggota Partai Politik lain.
b. Pendirian
dan pembentukan Partai Politik menyertakan 30% (tiga puluh perseratus)
keterwakilan perempuan.
c. Akta notaris harus memuat AD dan ART
serta kepengurusan Partai Politik tingkat pusat.
d. AD memuat
paling sedikit:
1) asas dan ciri Partai Politik;
2) visi dan misi Partai Politik;
3) nama, lambang, dan tanda gambar
Partai Politik;
4) tujuan dan fungsi Partai Politik;
5) organisasi, tempat kedudukan, dan
pengambilan keputusan;
6) kepengurusan Partai Politik;
7) mekanisme rekrutmen keanggotaan
Partai Politik dan jabatan politik;
8) sistem kaderisasi;
9) mekanisme pemberhentian anggota
Partai Politik;
10) peraturan dan keputusan Partai Politik;
11) pendidikan politik;
12) keuangan Partai Politik; dan
13) mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai
Politik.
e. Kepengurusan Partai Politik tingkat
pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menyertakan paling
sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.
Berikut ini ada beberapa defenisi
yang berkaitan dengan partai politik, sebagai berikut :
TOKOH
|
PENGERTIAN PARTAI POLITIK
|
Carl J.
Friedich
|
sekelompok
manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan
penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya, dan berdasarkan
penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat
ideal maupun material.
|
R.H. Soltau
|
sekelompok
warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu
politik, dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih dan bertujuan
menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
|
Sigmaund
Neumann
|
organisasi dari
aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan
pemerintahan, serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan
suatu golongan atau golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
|
c.
Fungsi Partai politik
Menurut pasal 11 UU Nomor 2
tahun 2008 tentang Partai Politik, dijelaskan bahwa partai politik berfungsi
sebagai sarana :
1) Pendidikan
politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi warganegara RI yang
sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
2) Penciptaan
iklim kondusif serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk
menyejahterakan masyarakat
3) Menyerap,
penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional
dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara
4)
Partisaipasi politik warganegara
5) Rekrutmen
politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi
dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Partai politik melalui
pelaksanaan fungsi pendidikan politik, sosialisasi politik, perumusan dan
penyaluran kepentingan serta komunitas politik secara riil akan meningkatkan
kesadaran dan partisipasi politik masyarakat, merekatkan berbagai kelompok dan
golongan dalam masyarakat, mendukung integrasi dan persatuan nasional,
mewujudkan keadilan, menegakkan hukum, menghormati hak asasi manusia, serta
menjamin terciptanya stabilitas keamanan.
d.
Tujuan Partai Politik
Menurut pasal 10 UU Nomor 2
tahun 2008 tentang Partai Politik, dijelaskan bahwa tujuan Partai Politik
meliputi :
TUJUAN UMUM
|
TUJUAN
KHUSUS
|
a) Mewujudkan
cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksudkan dalam Pembukaan UUD 1945
|
a) meningkatkan
partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan politik dan pemerintahan;
|
b) menjaga dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
|
b) memperjuangkan
cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara; dan
|
c) Mengembangkan
kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
c) membangun etika dan
budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
|
d) Mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
|
e.
Klasifikasi Partai Politik
Partai Politik dapat
diklasifikasikan seperti berikut :
INDIKATOR/
TOKOH
|
JENIS
|
CIRI-CIRI
|
komposisi dan
fungsi keanggota-an
|
Partai Massa.
|
mengutamakan kekuatan
berdasarkan keunggulan jumlah anggota.
Oleh karena itu, biasanya
terdiri dari pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat, yang
sepakat untuk bernaung di bawahnya dalam
memperjuangkan sesuatu program yang biasanya luas dan kabur.
|
Partai Kader.
|
mementingkan ketaatan
organisasi dan disiplin kerja dari anggotanya. Pimpinan partai biasanya menjaga kemurnian
doktrin politik yang dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap
calon-calon anggota dan mencatat anggota yang menyeleweng dari garis partai
yang telah ditetapkan.
|
|
sifat dan
orientasi
|
Partai
Perlindungan.
|
Pada umumnya memiliki
organisasi yang kendor dalam tingkat nasional, meskipun dalam tingkat lokal
sering cukup ketat. Disiplinnya lemah dan tidak mementingkan pemungutan iuran
secara teratur. Tujuan utamanya adalah
memenangkan pemilu untuk anggota yang dicalonkannya, karena itu hanya giat
menjelang masa pemilihan.
|
Partai
Ideologi atau Partai Asas.
|
Partai ini
biasanya mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalam kebijaksanaan
pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai yang kuat dan mengikat. Calon
anggota diadakan saringan, sedangkan untuk menjadi anggota pimpinan
disyaratkan lulus melalui beberapa tahap percobaan. Untuk memperkuat ikatan
batin dan kemurnian ideologi maka dipungut iuran secara teratur dan
disebarkan organ-organ partai yang memuat ajaran serta keputusan yang telah
dicapai oleh pimpinan.
|
|
Mac Iver
|
Golongan Ekstrim Kiri (Partai
Komu-nis Sosialis).
|
Asasnya pemilihan publik atau
umum terhadap alat-alat produksi dengan penghapusan pajak, kepentingan, dan
keuntungan privat. Sikapnya anti imperialis dan pasifis,
revolusioner, keinsafan akan kelas-kelas masyarakat.
|
Golongan Kiri (Partai
Radi-kal Liberal).
|
Asasnya penguasaan publik atau
umum, secara penuh atau sebagian terhadap sistem permodalan. Sikapnya
reformis, anti imperialis, dan pasifis.
|
|
Golongan Ekstrim Ka-nan (Partai
Reaksioner).
|
Asasnya memperhatikan
kapitalisme dengan penguasaan politik yang sekecil-kecilnya, kecuali dalam
hal bea yang protektif (sama dengan asas partai Konservatif). Sikapnya
imperialis, nasionalis, militeris, dan keinsafan kelas-kelas dalam
masyarakat.
|
|
Golongan Ka-nan (Partai
Konservatif).
|
Asasnya memperhatikan
kapitalisme dengan penginsafan politik yang sekecil-kecilnya, kecuali dalam
hal bea yang protektif. Sikapnya imperialis, nasionalis, dan industrialis.
|
|
Meurice Duverger
|
Sistem Satu Partai/ Partai
Tunggal.
|
|
Sistem Dua Partai/ Dwi Partai.
|
||
Sistem Banyak Partai/ Multi
Partai.
|
D.
Budaya Politik Partisipan
1.
Pengertian Partisipatif
Kata partisipatif berasal dari
kata partisipasi (participation, Inggris), yang berti ambil bagian atau ikut
serta berperan serta dalam suatu usaha bersama dengan orang lain untuk
kepentingan bersama. Di bawah ini diuraikan beberapa pengertian partisipasi
politik menurut para ahli, diantaranya :
TOKOH
|
PENGERTIAN
PARTISIPASI POLITIK
|
Miriam Budiardjo
|
semua kegiatan melalui mana
seseorang turut serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan
turut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan
kebijaksanaan umum.
|
Herber Mc. Closky
|
kegiatan-kegiatan sukarela dari
warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan
penguasa dan secara langsung terlibat dalam proses pembentukan kebijaksanaan
umum.
|
Norman H. Nie dan Sidney Verba
|
kegiatan pribadi warganegara
yang legal serta sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi
pejabat-pejabat negara dan atau tindakan-tindakan yang mereka ambil.
|
Jadi partisipasi politik adalah
kekgiatan seseorang atau kelompok orang untuk berpartisipasi dalam kegiatan
politik secara aktif sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuannya untuk
mempengaruhi keputusan politik yang akan diambil oleh pemerintah agar keputusan
tersebut menguntungkan dan tidak merugikan.
2.
Bentuk-Bentuk Budaya Politik
Bentuk-bentuk partispasi politik menurut Gabriel
Almond dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
KONVENSIONAL
|
NON KONVENSIONAL
|
Pemberian Suara (voting)
|
Pengajuan petisi
|
Diskusi kelompok
|
Berdemontrasi
|
Kegiatan kampanye
|
Konfrontasi
|
Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan
|
mogok
|
Komunikasi individual dengan pejabat politik/
administratif.
|
Tindak kekerasan politik
terhadap harta bende berupa ; pengrusakaan, pemboman dan pembakaran.
|
Tindak kekerasan politik terhadap manusia, berupa;
penculikan, pembunuhan dan perang gerilya/ revolusi
|
Bentuk-bentuk partispasi politik menurut para ahli,
yaitu :
TOKOH
|
BENTUK PARTISIPASI POLITIK
|
J.J. Rousseau
|
Melalui partisipasi, seluruh warganegara dapat
aktif dalam kehidupan politik secara langsung dan berkelanjutan maka negara
dapat terikat ke dalam tujuan kebaikan sebagai kehendak bersama. Berbagai
bentuk partisipasi politik tersebut dapat dilihat dari berbagai kegiatan
warganegara yang mencakup, antara lain :
a. Terbetuknya organisasi-organisasi politik maupun
organisasi kemasyarakatan sebagai bagian dari kegiatan sosial, sekaligus
sebagai penyalur aspirasi rakyat yang ikut menentukan kebijakan negara.
b. Lahirnya LSM-LSM sebagai pengawas sosial maupun
pemberi masukkan terhadap kebijakan pemerintah.
c. Penyelenggaraan pemilu yang melibatkan seluruh
rakyat Indonesia untuk dipilih atau memilih, misalnya kampanye, menjadi
pemilih aktif, menjadi anggota perwakilan rakyat dan sebagainya.
d. Munculnya kelompok-kelompok
kontemporer yang memberi warna pada sistem input dan output kepada
pemerintah, misalnya; melalui unjuk rasa, petisi, protes, demonstrasi dan
sebagainya.
|
Ramlan Surbakti
|
a.
Partisipasi aktif, mencakup kegiatan warganegara untuk mengajukan usul
mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang
berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan
untuk meluruskan sarana kebiajakan, membayar pajak, dan ikut serta dalam
kegiatan pemerintah.
b. Partisipasi
pasif, antara lain berupa kegiatan menaati peraturan pemerintah, menerima dan
melaksanakan setiap keputusan pemerintah.
|
Milbrath dan Goel
|
a.
Apatis, adalah orang yang menarik diri dari proses politik
b.
Spektator, adalah orang yang setidak-tidaknya ikut dalam pemilihan umum.
c.
Gladiator, orang yang secara aktif terlibat dalam bentuk yang tidak
konvensional.
|
Muller
|
Partisipasi individu dan partisipasi kolektif
yang berwujud kegiatan secara tertulis.
|
Samuel Huntington dan Joan Nelson
|
a.
Kegiatan Pemilihan, termasuk sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja
dalam suatu pemilihan, dan mencari dukungan bagi seorang calon yang bertujuan
untuk mempengaruhi hasil pilihan.
b. Lobbying,
merupakan usaha perseorangan untuk menghubungi pengausa-penguasa pemerintah
dan pemimpin politik dengan tujuan mempengaruhi hasil keputusan mereka
mengenai persoalan yang menyangkut sebagian besar orang.
c. Kegiatan
Organisasi, merupakan partisipasi sebagai anggota dalam suatu organisasi,
yang tujuan utamanya adalah mempengaruhi pemerintah.
d. Mencari
koneksi, merupakan tindakan perseorangan yang ditujukan kepada penguasa
pemerintah, yang biasanya bertujuan memperoleh manfaat hanya untuk beberapa
orang.
e. Tindakan
kekerasan, merupakan suatu bentuk partisipasi politik yang diambil, sebagai
upaya untuk mempengaruhi pengambilanm keputusan pemerintah dengan jalan
menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-oranmg atau harta benda.
|
Michael Rush dan Phlip Althoff
|
a.
Menduduki jabatan politik atau administratif
b.
Mencari jabatan politik atau administratif
c.
Aktif sebagai anggota partai politik
d.
Pasif sebagai anmggota partai politik
e.
Aktif sebagai anggota suatu organisasi semu politik
f.
Pasif sebagai anggota suatu organisasi semu politik
g.
Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi
h.
Partisipasi dalam diskusi politik informal
i.
Voting
|
Frank L. Wilson
|
Aktivis, partisipan, penganut dan orang-orang
yang apolitik
|
3.
Sebab-Sebab Timbulnya Gerakan Partisipasi Politik
Menurut Myron Weiner,
sedikitnya ada lima hal yang dapat menyebabkan timbulnya gerakan ke arah
partisipasi politik yang lebih luas dalam proses politik, yaitu :
BENTUK
GERAKAN
|
PENYEBAB TIMBULNYA
PARTISIPASI POLITIK
|
Modernisasi
|
sejalan dengan berkembangnya
industrialisasi, perbaikan pendidikan dan media komunikasi massa, maka pada
sebagian penduduk yang merasakan terjadinya perubahan nasib akan menuntut
untuk berperan dalam kekuasaan politik.
|
Perubahan-perubah-an
struktur kelas sosial
|
salah satu dampak modernisasi
adalah munculnya kelas pekerja baru dan kelas menengah yang semakin meluas,
sehingga mereka berkepentingan untuk berpartisipasi secara politis dalam
pembuatan keputusan politik.
|
Pengaruh kaum
inte-lektual dan komuni-kasi massa modern
|
kaum intelektual melalui
ide-idenya kepada masyarakat umum dapat membangkitkan tuntutan akan
partisipasi massa dalam pembuatan keputusan politik. Demikian juga
berkembangnya sarana transportasi dan komunikasi modern mampu mempercepat
penyebaran ide-ide baru.
|
Konflik di
antara ke-lompok-kelompok pe-mimpin politik
|
para pemimpin politik
berkompetisi memperebutkan kekuasaan. Sesungguhnya apa yang mereka lakukan
adalah dalam rangka mencuri dukungan rakyat. Berbagai upaya yang mereka
lakukan untuk memperjuangkan ide-ide partisipasi massa dapat menimbulkan
gerakan-gerakan yang menuntut agar hak-haknya terpenuhi.
|
Keterlibatan
pemerin-tah yang meluas da-lam urusan sosial, ekonomi dan kebu-dayaan
|
perluasan kegiatan pemerintah
dalam berbagai bidang membawa konsekuensi adanya tindakan-tindakan yang
semakin menyusup ke segala segi kehidupan rakyat. Ruang lingkup aktivitas
atau tindakan pemerintah yang semakin luas mendorong timbulnya
tuntutan-tuntutan yang terorganisasi untuk ikut serta dalam pembuatan
keputusan politik.
|
4.
Budaya Politik Partisipan
Penerapan budaya politik partisipatif, menurut S.
Yudohusodo dapat terwujud dalam beberapa hal, yaitu :
a. Mengembangkan
kebudayaan keterbukaan
b. Mengembangkan
kebudayaan mengajukan pendapat dan berargumentasi secara santun dalam semangat
egalitarian.
c. Mengembangkan
budaya pengam,bilan keputusan secara terbuka dan demokratis, serta mengembangka
sportivitas dalam berpolitik.
d. Membiasakan
proses rekruetmen kader secara transparan berdasarkan kualitas yang tolok
ukurnya diketahui secara luas.
Agar penerapan budaya politik partisipatif dapat
dilakukan maka terlebih dahulu harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :
a. Kemampuan dan kemauan untuk memahami seluk-beluk usaha bersama yang akan/
sedang dilakukan.
b. Kemauan dan
kemampuan untuk ambil bagian dalam salah satu atau beberapa tahap pada proses
kegiatan tertentu, dalam satu atau beberapa aspek tertentu.
c. Kesediaan
untuk ikut memikul beban dan akibat kegiatan/ usaha bersama. Baik berupa
korban atau bea, harta dan tenaga, dan juga menikmati hasil kegiatan bersama
tersebut.
Keberadaan pelajar sebagai pemilih pemula perlu
mengambil sikap dan langkah-langkah yang positif dan konstruktif dalam
penyelenggaraan pemilihan umum, antara lain sebagai berikut :
a. Aktif tanpa
kekerasan dalam pemilihan umum, tetapi hindarkan diri dari kekerasan dan
anarkhisme massa, ciptakan pemilu yang demokratis, damai, dan beradab.
b.
Pemilihan umum sebagai gerakan anti-korupsi, sebagai pemilih pemula aktif
dan selektif dalam memilih calon pemimpin nasional dan wakil-wakil rakyat yang
bersih, agar kelak dalam melaksanakan pemerintahan tidak melakukan praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
c. Anti
money-politics, merupakan salah satu
bentuk kecurangan dalam pemilu. Pelajar sebagai pemilih pemula hendaknya
menggunakan hati nurani dan akal fikiran
yang sehat ketika menggunakan hak pilihnya memilih dalam pemilu.
d. Tidak mudah
dieksploitasi, merupakan salah satu media pembelajaran politik bagi
terbentuknya komunikasi politik yang demokratis di masa mendatang. Oleh karena
itu, pelajar sebagai pemilih pemula jangan mudah dieksploitasi dalam pemilu
untuk kepentingan sesaat kelompok politik tertentu.
e. Tidak
apatis, komunitas pelajar yang memiliki jumlah
signifikan jangan bersikap apatis
dalam pemilu. Gunakan hak pilih dengan menggunakan hati nurani dan akal fikiran
yang sehat ketika memilih dalam pemilu,
baik memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di parlemen, presiden dan wakil
presiden, partai politik sebagai
kontestan dalam pemilu, dan sebagainya.
(Source: http://budisma1.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar